Thursday, 10 October 2013

Cerpen 2 : Fantasi Tentang Jember


Misi Kejujuran
(oleh: Nanda Oktavia)
Suasana istirahat di SMP-ku hari ini cukup baik. Seperti biasa, murid-murid melakukan kegiatan mereka masing-masing, namun yang membuatku resah masih saja ada beberapa siswa yang berpacaran di pojok-pojok sekolah. Aku bingung dengan mereka. Apa mereka tidak takut bakal dipergoki oleh tukang kebun atau penjaga sekolah? Atau bisa saja yang memergoki mereka adalah guru BK. Oh, tidak, itu adalah malapetaka untuk pasangan-pasangan muda itu.
            Menurutku daripada mereka melakukan hal itu, lebih baik makan-makan atau nongkrong di kantin seperti apa yang selalu aku lakukan setiap jam istirahat. Ya mau apalagi? Aku sangat malas untuk bergosip dengan teman-temanku di kelas dan aku juga tidak punya pacar! Jadi aku selalu melarikan diri ke kantin, pesan bakso Pak Maman yang super pedas, dan memakannya. Terkadang aku memakannya sambil termenung. Bukan karena meratapi nasib, tetapi aku hanya memandangi seorang cowok tampan yang sedang bermain basket di lapangan.
            Namanya Ricky. Dia adalah kapten tim basket sekolah kami. Dia salah satu anggota geng terpopuler di sekolah. Aku sudah mulai mengaguminya sejak kelas 1 SMP dulu hingga kelas 3 sekarang. Sayangnya, dia itu sudah punya pacar. Namanya Siska. Cewek itu juga sangat populer. Mereka sudah berpacaran sejak kelas 2. Ah, sial !
            “Woy! Baksomu itu kalo ndak dimakan mending buat aku aja wis, Ra! Daripada di ancur-ancurin gitu lho.. Mubadzir, tahu, “ tiba-tiba saja cewek eror satu ini membuyarkan lamunanku. Meminta baksoku, lagi. Dia ini adalah sahabatku sejak SD, namanya Lita. Aku bingung mengapa aku betah bersahabat dengannya? Tapi itu bukan masalah, karena aku bersyukur memiliki sahabat sepertinya, karena hanya dia yang bisa membuatku tersenyum saat aku sedih.
            “Eh, apa’an sih? Sembarangan aja mau ambil jatah bakso superku. Kalo mau, beli sana! Hush, hush..” aku mendorong-dorong punggungnya lalu langsung mencengkeram lengannya dan berkata tiba-tiba, “Lit, kamu tahu nggak?”
            “Enggak,” jawabnya asal.
            “Huh, ni anak! Tahu nggak, kemarin aku papasan loh sama Ricky di halaman belakang pas pulang sekolah. Waktu itu sih udah agak sepi. Tiba-tiba aja, dia pegang lengan aku. Terus dia minta nomor hapeku. Ya aku kasih aja. Tapi, sampe sekarang dia nggak menghubungi aku sama sekali,” curhatku.
            “Mungkin aja dia mau deketin kamu, tapi belum siap. Hehehe.. udah deh tungguin aja sms atau telponnya. Aku yakin dia pasti bakal menghubungi kamu. Sabar wae yo, nduk..” jawabnya dengan nada kayak nenek-nenek. Ah, bukan jawaban ini yang kutunggu. Bingung ah !
Aku segera menghabiskan baksoku dan pergi bersama Lita menuju ruang kesenian karena sebentar lagi pelajaran kesenian di mulai.Tapi, tiba-tiba.... BUUKKKK !! Arrgghh, kepalaku terkena bola basket. Sakitnya bukan main, tapi tiba-tiba aku seperti melihat malaikat yang datang. Apa aku sudah mati ya?
            “Mutiara, Ara, bangun, Ra ! Kamu nggak apa-apa, kan? Mutiara?” malaikat itu mengguncang-guncang tubuhku. Akhirnya aku sadar. Itu bukan malaikat, tapi RICKY! Ya, dia yang tanpa sengaja melempar bola sampai menghantam kepalaku. Ya, Tuhan. Apa aku mimpi ya?
            “Engh, aku nggak apa-apa kok. Cuman pusing aja,” kataku berpura-pura kuat.
            “Maafin aku ya, Ra. Aku nggak sengaja. Ayo aku antar kamu ke UKS,” tiba-tiba saja Ricky menggendongku dan langsung membawaku ke UKS. Aku benar-benar seperti mimpi!
Sebelum sampai UKS, aku sempat melihat Siska. Wajahnya terlihat begitu marah. Dia memandangku dengan tatapan sinis. Ya, Tuhan, aku berharap tidak terjadi apa-apa setelah ini.
“Bu, tolong obati Mutiara, ya. Tadi kepalanya terbentur bola basket karena kecerobohan saya,” pintanya dengan sopan.
“Oh, iya, Ra, aku balik dulu, ya. Mau ganti baju. Dah..”dia memberikan senyuman padaku. Oh, membuat jantungku meleleh saja.
***
            Pagi yang cerah di hari minggu. Daripada bermalas-malasan di rumah, aku langsung bersiap untuk jogging bersama Lita. Sekalian berlatih untuk ujian praktek olahraga.
Tak terasa, ujian sudah dekat. Aku harus belajar ekstra. Aku tidak mau curang dalam ujian. Aku harus bisa untuk berusaha jujur dalam mengerjakan Ujian Nasional. Jangan sampai aku terpengaruh teman-temanku yang hobinya berdiskusi saat ujian.
“Ehm,ehm.. Ngelamun lagi anak ini. Ngelamunin sopo, to? Ricky,ya? Ihh, mentang-mentang kemarin abis digendong, hahaha!”tebak Lita tak karuan.
“Heh, kalo ngomong jangan ceplas-ceplos dong! Kamu tu bisanya cuman ngarang doang. Aku tuh cuman mikir, gimana ya, supaya bisa jujur di UN ? UN, kan udah deket. Sulit banget lo kalo mau jujur. Temen-temen kita itu sama sekali nggak mau mikirin UN. Soalnya, mereka udah punya cara-cara curang buat ngerjain ujian. Huh, bingung deh. Ntar, kalo misalnya kita nggak mau kasih tau jawaban, pasti kita bakal diancam dan dimusuhi. Dibilang sombong lah, kebanyakan gaya lah, sok pinter lah. Huuuh, bingung, bingung, bingung,” curhatku panjang lebar.
Begitulah teman-temanku. Mereka jarang sekali berlaku jujur saat ujian. Mungkin hanya segelintir anak yang tetap memperjuangkan kejujuran. Tetapi, mereka itu anak-anak yang sudah dikucilkan. Anak-anak kuper yang setiap ujian selalu mengalami siksaan berat. Kalau aku, kadang-kadang masih bertanya jika tidak tahu dan memberikan jawaban pada teman-teman yang sudah sakau. Bukan sakau karena narkoba, tetapi karena sudah ketakutan kalau tidak bisa mengerjakan ujian sama sekali.
Sekarang aku bingung. Benar-benar bingung dengan sifat Ricky yang tiba-tiba berubah kepadaku. Apa maksudnya? Apa ada maksut jahat yang sudah direncanakan dengan Siska? Sampai sekarang pun, dia masih belum juga menghubungiku. KRIIIIIINGG! Tiba-tiba saja ponselku berteriak-teriak. Ah, mengagetkanku saja. Aku langsung membuka SMS yang baru saja aku terima. Kalian tahu siapa pengirimnya?
“RICKY !!” jerit Lita histeris. Huh, orang ini hampir membuat gendang telingaku pecah.
“Woy, nggak usah lebay deh,” kataku dengan menepuk punggungnya.
Aku segera membaca isi SMS-nya.
Hai, Mutiara. Ini aku, Ricky. Kamu mungkin bingung, ya, kenapa aku mulai deketin kamu. Bukan apa-apa kok. Aku cuma butuh bantuan kamu aja. Nggak apa-apa, kan? Aku bener-bener perlu kamu, Ra.
Oke, kamu boleh pikir-pikir dulu. Kalau kamu mau bantu aku, dateng aja ke rumahku! Ini alamatnya : Jl. Dr. Soebandi no. 100, Jember. Please, Ra, bantu aku.....
“Hah? Dia butuh bantuanku? Mau apa, ya? Oke deh, Lit aku ke rumah Ricky dulu,ya, “ teriakku sambil berlari.
“Oke! Semoga sukses ya PDKT-nya,” oceh Lita sambil cengar-cengir. Anak itu memang ada-ada saja.
Aku segera mandi dan bersiap-siap. Setelah sarapan, aku langsung tancap gas dengan motor Scoopy kesayanganku. Aku benar-benar penasaran dengan keinginan Ricky. Mudah-mudahan saja tidak terjadi apa-apa.
***
            “Oke, Ra. Makasi banget kamu udah mau dateng. Sekarang aku mau nunjukin sesuatu ke kamu. Sebentar, ya,“ dia segera meninggalkanku dan menuju ke lemari pakaiannya dan segera kembali membawa sesuatu yang di balut dengan kain hitam.
            “Ini, Ra. Buka aja,” dia memberikannya padaku. Wajahnya terlihat bingung. Dia membuatku bertambah takut untuk membukanya.
            Saat aku membuka kain hitam itu, aku sangat terkejut ! Benda itu seperti cincin besar yang mengeluarkan cahaya yang menyilaukan mataku. Itu sebuah portal !
            “Dari mana kamu dapetin ini ?” tanyaku heran.
            “Waktu itu aku habis main basket. Terus aku duduk-duduk sendiri di taman sekolah. Nah, saat aku mau kembali ke kelas, aku melihat benda ini berada di dekat semak-semak. Aku benar-benar penasaran. Langsung saja aku buka kainnya. Saat aku tau kalau itu sebuah portal, aku benar-benar bingung ! Apa yang harus aku lakuin sama benda ini. Ya, sudah, aku tinggalkan saja di situ. Tapi anehnya, waktu aku udah sampai rumah dan mau ganti baju, aku nemuin benda itu udah ada di lemari bajuku. Aku bingung mau minta bantuan siapa. Siska dan semua teman-temanku nggak ada yang percaya ! Mereka bilang aku cuma mimpi. Makanya aku minta tolong sama kamu,” ceritanya panjang lebar dengan muka sok melas.
            “Oh, jadi gitu. Oke, kalo gitu kamu jangan cerita sama siapapun tentang ini. Ini cuma rahasia kita. Nah, sekarang mau ngapain?” tanyaku dengan nada seperti anak kecil.
            “Nggak tau,” gumamnya seperti orang yang sudah pasrah kalau sebentar lagi akan dijatuhi hukuman mati. Ternyata cowok se-keren ini gampang putus asa juga.
            “Berani nggak kalau masuk dalam portal ini ? Sapa tau bisa nemuin sesuatu. Gimana? tanyaku memberanikan diri.
            “Kamu yakin, nggak bakalan terjadi apa-apa ? Kita cuma berdua loh,” jawabnya panik.
            “Yakin! Ayolah, jadi cowok gak boleh penakut. Aku yakin kita bakal nemuin sesuatu di dalamnya. Pasti seru,” jawabku sambil mengkhayal.
            Akhirnya Ricky setuju dengan usulku. Menurutku, hal seperti ini tidak boleh di sia-siakan. Kita harus mencoba hal-hal baru. Tidak ada kata tidak bisa sebelum mencoba, itu prinsipku.
            Kami segera menyiapkan segala keperluan yang kami butuhkan. Tanpa pikir panjang lagi, aku dan Ricky langsung melompat ke dalam portal itu.
***
            Benar-benar dunia yang berbeda. Spektakuler! Semuanya serba canggih. Kendaraannya sudah tidak menggunakan roda lagi, tetapi dengan sayap. Lalu lintasnya benar-benar teratur dan manusianya...... Tidak ada orang jelek. Wajah orang-orang di sini sudah seperti menggunakan standar ketampanan dan kecantikan di atas rata-rata. Kami berdua serasa menjadi orang paling jelek di sana.
            Sudah tidak ada lagi warga-warga miskin di bawah jembatan. Tidak ada secuil pun daerah kumuh. Barang-barang yang ada di sini juga serba canggih dan mewah. Rumah-rumah pribadi bukanlah rumah-rumah sederhana lagi, tetapi bentuknya aneh-aneh dan besar-besar. Mengagumkan sekali !
            Kami berdua menyusuri jalan dan tak tau mau ke mana. Lalu kami mencoba bertanya pada ibu-ibu yang sedang menunggu di halte bus,
            “Permisi, bu. Ini kota mana, ya?” tanya Ricky dengan polosnya
            “Ini Jember City, Dik. Adik-adik ini dari mana, ya? Kok kumuh banget?” tanya ibu itu heran.
            “Oh, tadi kami masuk sini dari sebuah portal. Kami juga berasal dari Jember, kok. Tapi bukan seperti ini. Apa ini masa depan?” tanya Ricky penasaran.
            “Oh,begitu. Ya, saya mengerti. Kalian bersihkan diri kalian dulu di salon itu. Cepat sana. Penampilan kalian harus sama dengan kami,” pintanya.
            “Kami tidak punya uang,” jawabku memelas.
            “Gratis, kok,” jawabnya dengan ramah.
            “Hah? Jaman begini ada gratisan?” bisik Ricky pada Ara.
            Akhirnya kami bergegas menuju salon yang di tunjukkan oleh ibu-ibu tadi. Para pelayan segera mem-make over kami berdua. Kami benar terkejut saat melihat penampilan baru kami yang benar-benar keren. Kami pun keluar dari salon dan pergi menuju restaurant untuk mengisi perut kami.
            Saat kami hendak keluar dari restaurant, dua orang anak seumuran kami dengan penampilan kumuh menarik tangan kami dan membawa kami ke sebuah rumah kecil yang tersembunyi.
            “Maaf kami lancang, kami cuma mau bantu kalian,” gumam seorang anak yang bernama Dini.
            “Bantu apa?” tanyaku bingung.
            “Ini adalah masa depan. Ini adalah Jember City di tahun 2100. Kami tahu kalian berasal dari masa lalu dan masuk ke sini menggunakan portal. Betul, kan? Kalau tidak salah kalian berasal dari tahun 2011. Makanya jauh banget perbedaannya. Sebenarnya kami juga sama seperti kalian, tetapi kami berasal dari tahun 2009. Kami terjebak di sini dan tidak bisa kembali, karena kami tidak mau berbohong. Asal kalian tahu saja, orang-orang di sini adalah pembohong semua ! Semua serba gratis karena dulunya ada seseorang yang melakukan misi kebohongan pada sebuah negara. Akhirnya dia berhasil membohongi orang-orang di sana dan menguras semua harta dan teknologi nagara itu,” cerita Dini panjang lebar.
            “Anak-anak di sekolah pun selalu mendapatkan nilai tinggi. Nilai kelulusan minimal aja 9,5. Tinggi sekali, kan? Itu karena mereka tidak pernah jujur dalam mendapatkan apapun. Setiap akan ada ujian mereka pasti mencuri kunci jawaban dulu. Di zaman ini, tidak ada yang namanya belajar, dan berdoa. Semua itu sudah basi bagi mereka. Mereka hanya curang, curang, curang, dan curang dalam hal apapun untuk mencapai keinginan mereka. Jika ada yang berani jujur, mereka akan di buang dan di kucilkan. Seperti kami ini,” jelas Andi, teman Dini.
            “Lalu kami harus apa? Teman-teman kami saja sudah banyak yang tidak jujur. Apa nggak ada cara untuk mengembalikan kejujuran, gitu?” tanya Ricky antusias.
            “Ada! Kita butuh ramuan kejujuran untuk mengembalikan semuanya. Kalau ramuan itu bisa kita dapatkan, kalian juga bisa membawanya ke masa kalian. Mungkin berguna,” usul Andi.
            “Kita bisa mendapatkan ramuan itu di rumah Professor Ajong. Dia adalah ilmuwan di Jember City. Dia punya ramuan kejujuran dan juga kebohongan. Tetapi, ada beberapa rintangan yang harus kita hadapi saat memasuki rumahnya. Tantangan yang utama adalah kita harus selalu berbohong. Jika sekali saja kita mengatakan kejujuran, kita harus kembali ke langkah awal lagi,” jelas Dini.
            Aku dan Ricky saling berpandangan. Kami benar-benar bingung. Seorang murid saja sudah pandai berbohong, apalagi professor? Sudah pentium berapa tingkat kebohongannya? Rasanya aku ingin pulang saja. Sayangnya, kami tidak akan pernah bisa pulang jika belum mendapat ramuannya. Akhirnya kami memutuskan untuk pergi berempat.
***
            “Ini dia pintu gerbang rumah Professor Ajong. Tantangan pertama, kita harus bisa menjawab pertanyaan dari professor. Mutiara, coba kamu tekan tombol itu,” suruh Andi sambil menunjuk tombol yang berada di dinding pagar.
            “Halo, aku adalah Professor Ajong. Kalau mau masuk rumahku, pecahkan dulu teka-tekiku. Satu ditambah satu sama dengan berapa? “ tanyanya dengan nada mengejek.
            “Ya Tuhan ! Pertanyaan itu mudah sekali,” batinku. Aku baru ingat kalau kami harus selalu berbohong. Berarti kami harus pura-pura tidak tahu, benar, kan? Saat Ricky hendak menjawab, aku segera menutup mulutnya dan cepat-cepat menjawab pada professor,
            “Aduh, professor  pertanyaan apa itu? Susah sekali. Kami tidak bisa menjawabnya. Sekolah kami tidak pernah mengajarinya. Sedih sekali kami ini,” jawabku pura-pura bodoh.
            “Good Job! Kamu memang anak pintar. Silahkan masuk,” ia mempersilahkan kami beempat dengan ramah.
            Kami segera berjalan menuju tantangan berikutnya. Di dekat sebuah taman, kami melihat empat lembar kertas ujian yang berserakan di atas rumput. Andi segera memunguti kertas-kertas itu. Ternyata itu adalah soal-soal Ujian Nasional. Soalnya benar-benar mudah. Kami yakin bisa menjawab semuanya. Tetapi itu sama saja akan membuat kami kembali ke tantangan awal. Jadi, kami harus mencuri kunci jawabannya. Tak disangka! Kunci jawaban itu tersebar di kandang Bull Dog dan di dalam kolam renang. Cukup sulit !
            “ Baiklah, anak laki-laki ke bagian kandang Bull Dog, anak perempuan ambil di kolam renang,” tegas Dini.
            “Siap komandan, “ jawabku, Andi, dan Ricky bersamaan.
            Sebenarnya aku tidak bisa berenang dan Ricky sangat takut dengan anjing, namun saat aku berenang, aku merasa seperti bisa bernafas dalam air. Keren sekali ! Ricky pun juga terlihat berani sekali melewati Bull Dog yang kelihatannya hendak mencakar kulit mulusnya habis-habisan. Anehnya, saat mereka berdua hendak mengambil kunci jawaban di bawah kuku anjing itu, mereka sangat mudah mengambilnya. Malah sama sekali tidak disentuh oleh si Bull Dog.
            Akhirnya semua kunci jawaban telah terkumpul. Kunci jawaban yang telah kuambil di dalam kolam tadi sama sekali tidak basah. Benar-benar aneh.
            “Yey, semua jawaban udah terisi nih. Terus mau diapain ?” tanyaku.
            “Masukkan ke dalam kotak surat yang ada di sebelah kandang. Otomatis pintu kedua akan terbuka,” terang Andi.
            Kami berempat langsung memasukkan kertas-kertas ujian itu ke dalam kotak surat. Ternyata benar ! Pintu kedua langsung terbuka. Kami bergegas memasuki ruang sempit yang ada di dalamnya. Baunya harum sekali. Sayangnya, di sini terlalu gelap, sehingga kami sulit untuk menemukan sesuatu. Oh, iya, aku baru ingat kalau ada senter di ranselku. Aku segera menyalakan senter itu dan mencari teka-teki lain.
            Kami menemukan yang ketiga di sudut ruangan. Seorang anak kecil yang sedang menangis karena tidak bisa mengerjakan tugas sekolahnya. Kali ini, kami harus mengerjakan semua tugas anak kecil itu dan menyuruhnya untuk mengatakan pada gurunya bahwa itu usahanya sendiri. Sebetulnya aku agak bingung dengan tantangan yang ini, tetapi setelah kami membantu anak itu, ia membukakan pintu ketiga untuk kami.
            Ternyata tantangan terakhir berada di pintu ketiga. Kami harus memalsukan nilai pada ijazah yang kami temukan agar bisa diterima di SMA terfavorit di sana. Rata-rata minimalnya 9,2. Sedangkan rata-rata yang ada di ijazah tersebut 8,4. Banyak sekali nilai yang harus kami palsukan? Aku benar-benar tidak kuat lagi.
            “Hiks...hiks.. Rick, aku nggak sanggup bohong terus. Tantangan terakhir ini sama aja kayak aku mau daftar di SMA favorit, tapi aku harus nipu ! Aku nggak mau ngelakuin itu. Aku mau pulang Rick. Dari awal aku udah ngelatih diri aku supaya nggak curang. Tapi sekarang ? Aku dituntut bohong terus. Coba kamu baca lagi ijazah itu. Lihat atas nama siapa ! Namaku, Rick. Jadi rasanya sama aja kayak beneran. Aku nggak sanggup, Rick,” tangisku histeris.
            Ricky menggenggam tanganku erat seraya berkata, “Ra, aku juga ngerasa nggak enak bohong terus. Tapi ini udah tantangan terakhir. Kamu harus berani. Ini cuma bohongan, kok, nggak nyata. Kamu harus berani, Ara... Demi ramuan kejujuran, oke?”
            Ricky langsung memelukku. Benar-benar hangat dan tenang. Akupun sudah mulai tenang dan mencoba untuk berani. Kuhapus air mataku dan segera mengganti nilai-nilai di ijazah itu dengan cepat. Lalu aku memberikannya pada petugas PSB SMA yang ada di situ. Aneh-aneh sekali. Mengapa tiba-tiba ada petugas PSB SMA ? Kalau ada tempat yang empuk, rasanya aku ingin pingsan sekarang juga.
            Akhirnya pintu rumah professor terbuka. Rumahnya sangat mewah. Tiba-tiba saja Andi dan Dini yang sedari tadi hanya diam langsung berdiri di hadapan kami berdua. Mereka seperti mencari-cari sesuatu di ubun-ubun mereka dan langsung menariknya seperti resleting hingga ujung kaki mereka. Dari tubuh Andi, keluarlah seorang Pria yang sudah berumur 40 tahun dan dari tubuh Dini keluarlah wanita paruh baya yang berumur sekitar 38 tahun.
            “Kerja bagus, anak-anak. Kalian benar-benar hebat. Kalian rela mengikuti semua aturan main dalam teka-tekiku demi mendapatkan ramuan kejujuran. Perkenalkan, aku Professor Ajong dan ini istriku, Ibu Sinshi. Kami yang menyamar menjadi Andi dan Dini. Terimalah ramuan kejujuran ini. Tiupkan sebanyak tiga kali di udara, maka ramuan ini akan menyebar dan akan merubah semua orang yang berniat untuk berbohong demi mendapatkan apa yang mereka inginkan. Cepat pergilah !” jelas professor panjang lebar.
            Kami segera melakukan apa yang beliau suruh. Setelah kami tiup, benih-benih ramuan itu mulai bergerak. Tanpa pikir panjang, kami segera berlari pergi dan mencari portal itu. Ternyata belum lama kami berlari, kami sudah menemukan portal itu. Kami langsung melompat kembali ke dalam portal itu.
***
            “Hoahhmm, capek banget sih. Wah udah jam lima sore. Aku di mana, ya?” gumamku sambil melihat sekeliling.
            “Eh, Ara udah bangun. Nih, minum dulu. Tadi pas keluar dari portal kamu langsung pingsan. Masih pusing?” tanyanya agak khawatir.
            “Oh, ya? Nggak sadar aku. Nggak kok, aku nggak pusing,” jawabku menenangkan.
            “Eh, ramuannya berhasil loh. Tadi di portalnya ada tulisan ‘GOOD JOBS, GUYS’. Terus, ramuan ini mau diapain?” tanyanya.
            “Tiupin di sekolah juga, dong. Sekolah kita harus jujur! Oke nggak tuh?” tukasku dengan antusias.
            “Oke deh.”
            Keesokannya saat upacara berlangsung, aku mengeluarkan ramuan itu dari sakuku dan meniupkannya. Tiba-tiba, seluruh warga sekolah menggetarkan tubuhnya karena merasa seperti ada sesuatu yang masuk ke tubuh mereka. Mungkin hanya itu reaksi yang aku lihat. Saat aku menoleh pada Ricky, ia tersenyum padaku dan mengacungkan dua jempol untukku.
            Ternyata, pengaruh ramuan itu terjadi saat kami memulai ujian. Seluruh siswa kelas tiga tidak ada sama sekali yang berbuat curang. Mereka benar-benar siap ujian. Aku sangat bangga, karena saat pengumuman hasil ujian, sekolahku lah yang memperoleh nilai tertinggi se-Kabupaten. Kejujuran itu memang penting. Siapapun yang selalu jujur, pasti akan menuai kesuksesan !
***
            Senin sore itu aku berjalan-jalan di taman perumahan Ricky. Dia mengundangku lagi ke rumahnya. Sepertinya dia mulai menyukaiku. Saat kami sedang duduk-duduk, tiba-tiba kami menemukan benda aneh yang tertancap di tanah. Aku menarik benda itu sekuat tenaga. Saat aku membuka penutup benda itu, Ricky langsung histeris,
            “Ra, itu ra, coba kamu lihat ! Gambar itu dan tulisan itu.’JEMBER CITY 2100’. Ngerasa aneh nggak?”
            “Hah? Apa’an nih? Portal lagi?” gumamku setelah membalik benda itu.
            “Kayaknya ada misi baru lagi nih, Ra,” goda Ricky.
            “Hah? Misi ? Nggak mauuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu !!!!!!!” jawabku sambil lari terbirit-birit.

1 comment:

  1. Sebenernya sih buat lomba. Tapi gue belum beruntung. Jadi gue post aja di sini. Hope you like it ;D

    ReplyDelete