Misi Kejujuran
(oleh:
Nanda Oktavia)
Suasana
istirahat di SMP-ku hari ini cukup baik. Seperti biasa, murid-murid melakukan
kegiatan mereka masing-masing, namun yang membuatku resah masih saja ada
beberapa siswa yang berpacaran di pojok-pojok sekolah. Aku bingung dengan
mereka. Apa mereka tidak takut bakal dipergoki oleh tukang kebun atau penjaga
sekolah? Atau bisa saja yang memergoki mereka adalah guru BK. Oh, tidak, itu
adalah malapetaka untuk pasangan-pasangan muda itu.
Menurutku daripada mereka melakukan
hal itu, lebih baik makan-makan atau nongkrong di kantin seperti apa yang
selalu aku lakukan setiap jam istirahat. Ya mau apalagi? Aku sangat malas untuk
bergosip dengan teman-temanku di kelas dan aku juga tidak punya pacar! Jadi aku
selalu melarikan diri ke kantin, pesan bakso Pak Maman yang super pedas, dan
memakannya. Terkadang aku memakannya sambil termenung. Bukan karena meratapi
nasib, tetapi aku hanya memandangi seorang cowok tampan yang sedang bermain
basket di lapangan.
Namanya Ricky. Dia adalah kapten tim
basket sekolah kami. Dia salah satu anggota geng terpopuler di sekolah. Aku
sudah mulai mengaguminya sejak kelas 1 SMP dulu hingga kelas 3 sekarang.
Sayangnya, dia itu sudah punya pacar. Namanya Siska. Cewek itu juga sangat
populer. Mereka sudah berpacaran sejak kelas 2. Ah, sial !
“Woy! Baksomu itu kalo ndak dimakan
mending buat aku aja wis, Ra! Daripada di ancur-ancurin gitu lho.. Mubadzir,
tahu, “ tiba-tiba saja cewek eror satu ini membuyarkan lamunanku. Meminta
baksoku, lagi. Dia ini adalah sahabatku sejak SD, namanya Lita. Aku bingung
mengapa aku betah bersahabat dengannya? Tapi itu bukan masalah, karena aku
bersyukur memiliki sahabat sepertinya, karena hanya dia yang bisa membuatku
tersenyum saat aku sedih.
“Eh, apa’an sih? Sembarangan aja mau
ambil jatah bakso superku. Kalo mau, beli sana! Hush, hush..” aku
mendorong-dorong punggungnya lalu langsung mencengkeram lengannya dan berkata
tiba-tiba, “Lit, kamu tahu nggak?”
“Enggak,” jawabnya asal.
“Huh, ni anak! Tahu nggak, kemarin
aku papasan loh sama Ricky di halaman belakang pas pulang sekolah. Waktu itu
sih udah agak sepi. Tiba-tiba aja, dia pegang lengan aku. Terus dia minta nomor
hapeku. Ya aku kasih aja. Tapi, sampe sekarang dia nggak menghubungi aku sama
sekali,” curhatku.
“Mungkin aja dia mau deketin kamu,
tapi belum siap. Hehehe.. udah deh tungguin aja sms atau telponnya. Aku yakin
dia pasti bakal menghubungi kamu. Sabar wae yo, nduk..” jawabnya dengan nada
kayak nenek-nenek. Ah, bukan jawaban ini yang kutunggu. Bingung ah !
Aku
segera menghabiskan baksoku dan pergi bersama Lita menuju ruang kesenian karena
sebentar lagi pelajaran kesenian di mulai.Tapi, tiba-tiba.... BUUKKKK !!
Arrgghh, kepalaku terkena bola basket. Sakitnya bukan main, tapi tiba-tiba aku
seperti melihat malaikat yang datang. Apa aku sudah mati ya?
“Mutiara, Ara, bangun, Ra ! Kamu
nggak apa-apa, kan? Mutiara?” malaikat itu mengguncang-guncang tubuhku.
Akhirnya aku sadar. Itu bukan malaikat, tapi RICKY! Ya, dia yang tanpa sengaja
melempar bola sampai menghantam kepalaku. Ya, Tuhan. Apa aku mimpi ya?
“Engh, aku nggak apa-apa kok. Cuman
pusing aja,” kataku berpura-pura kuat.
“Maafin aku ya, Ra. Aku nggak
sengaja. Ayo aku antar kamu ke UKS,” tiba-tiba saja Ricky menggendongku dan
langsung membawaku ke UKS. Aku benar-benar seperti mimpi!
Sebelum
sampai UKS, aku sempat melihat Siska. Wajahnya terlihat begitu marah. Dia
memandangku dengan tatapan sinis. Ya, Tuhan, aku berharap tidak terjadi apa-apa
setelah ini.
“Bu,
tolong obati Mutiara, ya. Tadi kepalanya terbentur bola basket karena
kecerobohan saya,” pintanya dengan sopan.
“Oh,
iya, Ra, aku balik dulu, ya. Mau ganti baju. Dah..”dia memberikan senyuman
padaku. Oh, membuat jantungku meleleh saja.
***
Pagi yang cerah di hari minggu.
Daripada bermalas-malasan di rumah, aku langsung bersiap untuk jogging bersama
Lita. Sekalian berlatih untuk ujian praktek olahraga.
Tak
terasa, ujian sudah dekat. Aku harus belajar ekstra. Aku tidak mau curang dalam
ujian. Aku harus bisa untuk berusaha jujur dalam mengerjakan Ujian Nasional.
Jangan sampai aku terpengaruh teman-temanku yang hobinya berdiskusi saat ujian.
“Ehm,ehm..
Ngelamun lagi anak ini. Ngelamunin sopo, to? Ricky,ya? Ihh, mentang-mentang
kemarin abis digendong, hahaha!”tebak Lita tak karuan.
“Heh,
kalo ngomong jangan ceplas-ceplos dong! Kamu tu bisanya cuman ngarang doang.
Aku tuh cuman mikir, gimana ya, supaya bisa jujur di UN ? UN, kan udah deket.
Sulit banget lo kalo mau jujur. Temen-temen kita itu sama sekali nggak mau
mikirin UN. Soalnya, mereka udah punya cara-cara curang buat ngerjain ujian.
Huh, bingung deh. Ntar, kalo misalnya kita nggak mau kasih tau jawaban, pasti
kita bakal diancam dan dimusuhi. Dibilang sombong lah, kebanyakan gaya lah, sok
pinter lah. Huuuh, bingung, bingung, bingung,” curhatku panjang lebar.
Begitulah
teman-temanku. Mereka jarang sekali berlaku jujur saat ujian. Mungkin hanya
segelintir anak yang tetap memperjuangkan kejujuran. Tetapi, mereka itu
anak-anak yang sudah dikucilkan. Anak-anak kuper yang setiap ujian selalu
mengalami siksaan berat. Kalau aku, kadang-kadang masih bertanya jika tidak
tahu dan memberikan jawaban pada teman-teman yang sudah sakau. Bukan sakau
karena narkoba, tetapi karena sudah ketakutan kalau tidak bisa mengerjakan
ujian sama sekali.
Sekarang
aku bingung. Benar-benar bingung dengan sifat Ricky yang tiba-tiba berubah
kepadaku. Apa maksudnya? Apa ada maksut jahat yang sudah direncanakan dengan
Siska? Sampai sekarang pun, dia masih belum juga menghubungiku. KRIIIIIINGG!
Tiba-tiba saja ponselku berteriak-teriak. Ah, mengagetkanku saja. Aku langsung
membuka SMS yang baru saja aku terima. Kalian tahu siapa pengirimnya?
“RICKY
!!” jerit Lita histeris. Huh, orang ini hampir membuat gendang telingaku pecah.
“Woy,
nggak usah lebay deh,” kataku dengan menepuk punggungnya.
Aku
segera membaca isi SMS-nya.
Hai, Mutiara.
Ini aku, Ricky. Kamu mungkin bingung, ya, kenapa aku mulai deketin kamu. Bukan
apa-apa kok. Aku cuma butuh bantuan kamu aja. Nggak apa-apa, kan? Aku
bener-bener perlu kamu, Ra.
Oke, kamu boleh
pikir-pikir dulu. Kalau kamu mau bantu aku, dateng aja ke rumahku! Ini
alamatnya : Jl. Dr. Soebandi no. 100, Jember. Please, Ra, bantu aku.....
“Hah?
Dia butuh bantuanku? Mau apa, ya? Oke deh, Lit aku ke rumah Ricky dulu,ya, “
teriakku sambil berlari.
“Oke!
Semoga sukses ya PDKT-nya,” oceh Lita sambil cengar-cengir. Anak itu memang
ada-ada saja.
Aku
segera mandi dan bersiap-siap. Setelah sarapan, aku langsung tancap gas dengan
motor Scoopy kesayanganku. Aku benar-benar penasaran dengan keinginan Ricky.
Mudah-mudahan saja tidak terjadi apa-apa.
***
“Oke, Ra. Makasi banget kamu udah
mau dateng. Sekarang aku mau nunjukin sesuatu ke kamu. Sebentar, ya,“ dia
segera meninggalkanku dan menuju ke lemari pakaiannya dan segera kembali
membawa sesuatu yang di balut dengan kain hitam.
“Ini, Ra. Buka aja,” dia
memberikannya padaku. Wajahnya terlihat bingung. Dia membuatku bertambah takut
untuk membukanya.
Saat aku membuka kain hitam itu, aku
sangat terkejut ! Benda itu seperti cincin besar yang mengeluarkan cahaya yang
menyilaukan mataku. Itu sebuah portal !
“Dari mana kamu dapetin ini ?”
tanyaku heran.
“Waktu itu aku habis main basket.
Terus aku duduk-duduk sendiri di taman sekolah. Nah, saat aku mau kembali ke
kelas, aku melihat benda ini berada di dekat semak-semak. Aku benar-benar
penasaran. Langsung saja aku buka kainnya. Saat aku tau kalau itu sebuah
portal, aku benar-benar bingung ! Apa yang harus aku lakuin sama benda ini. Ya,
sudah, aku tinggalkan saja di situ. Tapi anehnya, waktu aku udah sampai rumah
dan mau ganti baju, aku nemuin benda itu udah ada di lemari bajuku. Aku bingung
mau minta bantuan siapa. Siska dan semua teman-temanku nggak ada yang percaya !
Mereka bilang aku cuma mimpi. Makanya aku minta tolong sama kamu,” ceritanya
panjang lebar dengan muka sok melas.
“Oh, jadi gitu. Oke, kalo gitu kamu
jangan cerita sama siapapun tentang ini. Ini cuma rahasia kita. Nah, sekarang
mau ngapain?” tanyaku dengan nada seperti anak kecil.
“Nggak tau,” gumamnya seperti orang
yang sudah pasrah kalau sebentar lagi akan dijatuhi hukuman mati. Ternyata
cowok se-keren ini gampang putus asa juga.
“Berani nggak kalau masuk dalam
portal ini ? Sapa tau bisa nemuin sesuatu. Gimana? tanyaku memberanikan diri.
“Kamu yakin, nggak bakalan terjadi
apa-apa ? Kita cuma berdua loh,” jawabnya panik.
“Yakin! Ayolah, jadi cowok gak boleh
penakut. Aku yakin kita bakal nemuin sesuatu di dalamnya. Pasti seru,” jawabku
sambil mengkhayal.
Akhirnya Ricky setuju dengan usulku.
Menurutku, hal seperti ini tidak boleh di sia-siakan. Kita harus mencoba
hal-hal baru. Tidak ada kata tidak bisa sebelum mencoba, itu prinsipku.
Kami segera menyiapkan segala
keperluan yang kami butuhkan. Tanpa pikir panjang lagi, aku dan Ricky langsung
melompat ke dalam portal itu.
***
Benar-benar dunia yang berbeda.
Spektakuler! Semuanya serba canggih. Kendaraannya sudah tidak menggunakan roda
lagi, tetapi dengan sayap. Lalu lintasnya benar-benar teratur dan
manusianya...... Tidak ada orang jelek. Wajah orang-orang di sini sudah seperti
menggunakan standar ketampanan dan kecantikan di atas rata-rata. Kami berdua
serasa menjadi orang paling jelek di sana.
Sudah tidak ada lagi warga-warga
miskin di bawah jembatan. Tidak ada secuil pun daerah kumuh. Barang-barang yang
ada di sini juga serba canggih dan mewah. Rumah-rumah pribadi bukanlah
rumah-rumah sederhana lagi, tetapi bentuknya aneh-aneh dan besar-besar.
Mengagumkan sekali !
Kami berdua menyusuri jalan dan tak
tau mau ke mana. Lalu kami mencoba bertanya pada ibu-ibu yang sedang menunggu
di halte bus,
“Permisi, bu. Ini kota mana, ya?”
tanya Ricky dengan polosnya
“Ini Jember City, Dik. Adik-adik ini
dari mana, ya? Kok kumuh banget?” tanya ibu itu heran.
“Oh, tadi kami masuk sini dari
sebuah portal. Kami juga berasal dari Jember, kok. Tapi bukan seperti ini. Apa
ini masa depan?” tanya Ricky penasaran.
“Oh,begitu. Ya, saya mengerti.
Kalian bersihkan diri kalian dulu di salon itu. Cepat sana. Penampilan kalian
harus sama dengan kami,” pintanya.
“Kami tidak punya uang,” jawabku
memelas.
“Gratis, kok,” jawabnya dengan
ramah.
“Hah? Jaman begini ada gratisan?”
bisik Ricky pada Ara.
Akhirnya kami bergegas menuju salon
yang di tunjukkan oleh ibu-ibu tadi. Para pelayan segera mem-make over kami berdua. Kami benar
terkejut saat melihat penampilan baru kami yang benar-benar keren. Kami pun
keluar dari salon dan pergi menuju restaurant
untuk mengisi perut kami.
Saat kami hendak keluar dari restaurant, dua orang anak seumuran kami
dengan penampilan kumuh menarik tangan kami dan membawa kami ke sebuah rumah
kecil yang tersembunyi.
“Maaf kami lancang, kami cuma mau
bantu kalian,” gumam seorang anak yang bernama Dini.
“Bantu apa?” tanyaku bingung.
“Ini adalah masa depan. Ini adalah
Jember City di tahun 2100. Kami tahu kalian berasal dari masa lalu dan masuk ke
sini menggunakan portal. Betul, kan? Kalau tidak salah kalian berasal dari
tahun 2011. Makanya jauh banget perbedaannya. Sebenarnya kami juga sama seperti
kalian, tetapi kami berasal dari tahun 2009. Kami terjebak di sini dan tidak
bisa kembali, karena kami tidak mau berbohong. Asal kalian tahu saja,
orang-orang di sini adalah pembohong semua ! Semua serba gratis karena dulunya
ada seseorang yang melakukan misi kebohongan pada sebuah negara. Akhirnya dia
berhasil membohongi orang-orang di sana dan menguras semua harta dan teknologi
nagara itu,” cerita Dini panjang lebar.
“Anak-anak di sekolah pun selalu
mendapatkan nilai tinggi. Nilai kelulusan minimal aja 9,5. Tinggi sekali, kan?
Itu karena mereka tidak pernah jujur dalam mendapatkan apapun. Setiap akan ada
ujian mereka pasti mencuri kunci jawaban dulu. Di zaman ini, tidak ada yang
namanya belajar, dan berdoa. Semua itu sudah basi bagi mereka. Mereka hanya
curang, curang, curang, dan curang dalam hal apapun untuk mencapai keinginan
mereka. Jika ada yang berani jujur, mereka akan di buang dan di kucilkan.
Seperti kami ini,” jelas Andi, teman Dini.
“Lalu kami harus apa? Teman-teman
kami saja sudah banyak yang tidak jujur. Apa nggak ada cara untuk mengembalikan
kejujuran, gitu?” tanya Ricky antusias.
“Ada! Kita butuh ramuan kejujuran
untuk mengembalikan semuanya. Kalau ramuan itu bisa kita dapatkan, kalian juga
bisa membawanya ke masa kalian. Mungkin berguna,” usul Andi.
“Kita bisa mendapatkan ramuan itu di
rumah Professor Ajong. Dia adalah ilmuwan di Jember City. Dia punya ramuan
kejujuran dan juga kebohongan. Tetapi, ada beberapa rintangan yang harus kita
hadapi saat memasuki rumahnya. Tantangan yang utama adalah kita harus selalu
berbohong. Jika sekali saja kita mengatakan kejujuran, kita harus kembali ke
langkah awal lagi,” jelas Dini.
Aku dan Ricky saling berpandangan. Kami
benar-benar bingung. Seorang murid saja sudah pandai berbohong, apalagi
professor? Sudah pentium berapa tingkat kebohongannya? Rasanya aku ingin pulang
saja. Sayangnya, kami tidak akan pernah bisa pulang jika belum mendapat
ramuannya. Akhirnya kami memutuskan untuk pergi berempat.
***
“Ini dia pintu gerbang rumah
Professor Ajong. Tantangan pertama, kita harus bisa menjawab pertanyaan dari
professor. Mutiara, coba kamu tekan tombol itu,” suruh Andi sambil menunjuk
tombol yang berada di dinding pagar.
“Halo, aku adalah Professor Ajong.
Kalau mau masuk rumahku, pecahkan dulu teka-tekiku. Satu ditambah satu sama
dengan berapa? “ tanyanya dengan nada mengejek.
“Ya Tuhan ! Pertanyaan itu mudah
sekali,” batinku. Aku baru ingat
kalau kami harus selalu berbohong. Berarti kami harus pura-pura tidak tahu,
benar, kan? Saat Ricky hendak menjawab, aku segera menutup mulutnya dan
cepat-cepat menjawab pada professor,
“Aduh, professor pertanyaan apa itu? Susah sekali. Kami tidak
bisa menjawabnya. Sekolah kami tidak pernah mengajarinya. Sedih sekali kami
ini,” jawabku pura-pura bodoh.
“Good
Job! Kamu memang anak pintar. Silahkan masuk,” ia mempersilahkan kami
beempat dengan ramah.
Kami segera berjalan menuju
tantangan berikutnya. Di dekat sebuah taman, kami melihat empat lembar kertas
ujian yang berserakan di atas rumput. Andi segera memunguti kertas-kertas itu.
Ternyata itu adalah soal-soal Ujian Nasional. Soalnya benar-benar mudah. Kami
yakin bisa menjawab semuanya. Tetapi itu sama saja akan membuat kami kembali ke
tantangan awal. Jadi, kami harus mencuri kunci jawabannya. Tak disangka! Kunci
jawaban itu tersebar di kandang Bull Dog dan di dalam kolam renang. Cukup sulit !
“ Baiklah, anak laki-laki ke bagian
kandang Bull Dog, anak perempuan
ambil di kolam renang,” tegas Dini.
“Siap komandan, “ jawabku, Andi, dan
Ricky bersamaan.
Sebenarnya aku tidak bisa berenang
dan Ricky sangat takut dengan anjing, namun saat aku berenang, aku merasa
seperti bisa bernafas dalam air. Keren sekali ! Ricky pun juga terlihat berani
sekali melewati Bull Dog yang
kelihatannya hendak mencakar kulit mulusnya habis-habisan. Anehnya, saat mereka
berdua hendak mengambil kunci jawaban di bawah kuku anjing itu, mereka sangat
mudah mengambilnya. Malah sama sekali tidak disentuh oleh si Bull Dog.
Akhirnya semua kunci jawaban telah
terkumpul. Kunci jawaban yang telah kuambil di dalam kolam tadi sama sekali
tidak basah. Benar-benar aneh.
“Yey, semua jawaban udah terisi nih.
Terus mau diapain ?” tanyaku.
“Masukkan ke dalam kotak surat yang
ada di sebelah kandang. Otomatis pintu kedua akan terbuka,” terang Andi.
Kami berempat langsung memasukkan
kertas-kertas ujian itu ke dalam kotak surat. Ternyata benar ! Pintu kedua
langsung terbuka. Kami bergegas memasuki ruang sempit yang ada di dalamnya.
Baunya harum sekali. Sayangnya, di sini terlalu gelap, sehingga kami sulit
untuk menemukan sesuatu. Oh, iya, aku baru ingat kalau ada senter di ranselku.
Aku segera menyalakan senter itu dan mencari teka-teki lain.
Kami menemukan yang ketiga di sudut
ruangan. Seorang anak kecil yang sedang menangis karena tidak bisa mengerjakan
tugas sekolahnya. Kali ini, kami harus mengerjakan semua tugas anak kecil itu
dan menyuruhnya untuk mengatakan pada gurunya bahwa itu usahanya sendiri.
Sebetulnya aku agak bingung dengan tantangan yang ini, tetapi setelah kami
membantu anak itu, ia membukakan pintu ketiga untuk kami.
Ternyata tantangan terakhir berada di
pintu ketiga. Kami harus memalsukan nilai pada ijazah yang kami temukan agar
bisa diterima di SMA terfavorit di sana. Rata-rata minimalnya 9,2. Sedangkan
rata-rata yang ada di ijazah tersebut 8,4. Banyak sekali nilai yang harus kami
palsukan? Aku benar-benar tidak kuat lagi.
“Hiks...hiks.. Rick, aku nggak
sanggup bohong terus. Tantangan terakhir ini sama aja kayak aku mau daftar di
SMA favorit, tapi aku harus nipu ! Aku nggak mau ngelakuin itu. Aku mau pulang
Rick. Dari awal aku udah ngelatih diri aku supaya nggak curang. Tapi sekarang ?
Aku dituntut bohong terus. Coba kamu baca lagi ijazah itu. Lihat atas nama
siapa ! Namaku, Rick. Jadi rasanya sama aja kayak beneran. Aku nggak sanggup,
Rick,” tangisku histeris.
Ricky menggenggam tanganku erat
seraya berkata, “Ra, aku juga ngerasa nggak enak bohong terus. Tapi ini udah
tantangan terakhir. Kamu harus berani. Ini cuma bohongan, kok, nggak nyata.
Kamu harus berani, Ara... Demi ramuan kejujuran, oke?”
Ricky langsung memelukku.
Benar-benar hangat dan tenang. Akupun sudah mulai tenang dan mencoba untuk
berani. Kuhapus air mataku dan segera mengganti nilai-nilai di ijazah itu
dengan cepat. Lalu aku memberikannya pada petugas PSB SMA yang ada di situ.
Aneh-aneh sekali. Mengapa tiba-tiba ada petugas PSB SMA ? Kalau ada tempat yang
empuk, rasanya aku ingin pingsan sekarang juga.
Akhirnya pintu rumah professor
terbuka. Rumahnya sangat mewah. Tiba-tiba saja Andi dan Dini yang sedari tadi
hanya diam langsung berdiri di hadapan kami berdua. Mereka seperti mencari-cari
sesuatu di ubun-ubun mereka dan langsung menariknya seperti resleting hingga
ujung kaki mereka. Dari tubuh Andi, keluarlah seorang Pria yang sudah berumur
40 tahun dan dari tubuh Dini keluarlah wanita paruh baya yang berumur sekitar
38 tahun.
“Kerja bagus, anak-anak. Kalian
benar-benar hebat. Kalian rela mengikuti semua aturan main dalam teka-tekiku
demi mendapatkan ramuan kejujuran. Perkenalkan, aku Professor Ajong dan ini
istriku, Ibu Sinshi. Kami yang menyamar menjadi Andi dan Dini. Terimalah ramuan
kejujuran ini. Tiupkan sebanyak tiga kali di udara, maka ramuan ini akan
menyebar dan akan merubah semua orang yang berniat untuk berbohong demi
mendapatkan apa yang mereka inginkan. Cepat pergilah !” jelas professor panjang
lebar.
Kami segera melakukan apa yang
beliau suruh. Setelah kami tiup, benih-benih ramuan itu mulai bergerak. Tanpa
pikir panjang, kami segera berlari pergi dan mencari portal itu. Ternyata belum
lama kami berlari, kami sudah menemukan portal itu. Kami langsung melompat
kembali ke dalam portal itu.
***
“Hoahhmm, capek banget sih. Wah udah
jam lima sore. Aku di mana, ya?” gumamku sambil melihat sekeliling.
“Eh, Ara udah bangun. Nih, minum
dulu. Tadi pas keluar dari portal kamu langsung pingsan. Masih pusing?”
tanyanya agak khawatir.
“Oh, ya? Nggak sadar aku. Nggak kok,
aku nggak pusing,” jawabku menenangkan.
“Eh, ramuannya berhasil loh. Tadi di
portalnya ada tulisan ‘GOOD JOBS, GUYS’. Terus, ramuan ini mau diapain?”
tanyanya.
“Tiupin di sekolah juga, dong.
Sekolah kita harus jujur! Oke nggak tuh?” tukasku dengan antusias.
“Oke deh.”
Keesokannya saat upacara
berlangsung, aku mengeluarkan ramuan itu dari sakuku dan meniupkannya.
Tiba-tiba, seluruh warga sekolah menggetarkan tubuhnya karena merasa seperti
ada sesuatu yang masuk ke tubuh mereka. Mungkin hanya itu reaksi yang aku
lihat. Saat aku menoleh pada Ricky, ia tersenyum padaku dan mengacungkan dua
jempol untukku.
Ternyata, pengaruh ramuan itu
terjadi saat kami memulai ujian. Seluruh siswa kelas tiga tidak ada sama sekali
yang berbuat curang. Mereka benar-benar siap ujian. Aku sangat bangga, karena
saat pengumuman hasil ujian, sekolahku lah yang memperoleh nilai tertinggi
se-Kabupaten. Kejujuran itu memang penting. Siapapun yang selalu jujur, pasti
akan menuai kesuksesan !
***
Senin sore itu aku berjalan-jalan di
taman perumahan Ricky. Dia mengundangku lagi ke rumahnya. Sepertinya dia mulai
menyukaiku. Saat kami sedang duduk-duduk, tiba-tiba kami menemukan benda aneh
yang tertancap di tanah. Aku menarik benda itu sekuat tenaga. Saat aku membuka
penutup benda itu, Ricky langsung histeris,
“Ra, itu ra, coba kamu lihat !
Gambar itu dan tulisan itu.’JEMBER CITY 2100’. Ngerasa aneh nggak?”
“Hah? Apa’an nih? Portal lagi?”
gumamku setelah membalik benda itu.
“Kayaknya ada misi baru lagi nih,
Ra,” goda Ricky.
“Hah? Misi ? Nggak
mauuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu !!!!!!!” jawabku sambil lari
terbirit-birit.